Jumat, 24 Maret 2017

PARA PEMBACA YANG BERONANI

Kendeng
Demo Kendeng
Banyak yang baper juga dengan tulisan "Mencari makan atas nama rakyat". Dan seperti biasa saya dituduh buzzer politik dengan pertanyaan khas, "dibayar berapa?". Mirip-mirip dengan pertanyaan, "agamanya apa?".

Untung saya bukan kang Ridwan Kamil, yang dituduh syiah terus langsung mempolisikan. Kalau reaktif gitu, pasti saya sudah sibuk bulak balik ke kantor polisi memperkarakan tuduhan syiah, liberal, kafir dan jemaat HKBP.

Saya juga heran, apa yang salah dari tulisan itu? Toh kita tahu bahwa banyak LSM selalu mencari makan atas nama rakyat? Begitu juga banyak ustad yang suka bicara "atas nama umat Islam" tapi mencari makan untuk diri dan kepentingannya?

Kalau baca komen-komennya dari awal sampe akhir, sebenarnya banyak yang berfikiran sama dengan saya bahwa kasus semen Rembang itu terlalu dipolitisir. Buktinya banyak juga kawan-kawan, dari Rembang yang "aneh" dgn demo sampe kaki di semen itu.

Teman di Rembang boleh juga dong bersuara, masak hanya petani Kendeng saja. Mereka bersuara atas nama dirinya sendiri bukan atas nama "rakyat".

Hanya memang intimidasi dengan kata tidak empati, tidak perduli, tidak sensitif inilah yang membuat banyak orang menahan diri untuk tidak bersuara. Seolah ketika itu menyangkut "rakyat" semuanya benar. Rakyatnya bisa jadi benar, tetapi mereka terbawa oleh lembaga-lembaga yang punya kepentingan di luar mereka.

Untungnya saya orangnya merdeka. Mau nulis apa saja, itu hak karena ini wall sendiri. Saya ingin berjalan dengan "apa yang saya pikirkan" bukan "apa yang kamu doktrinkan".

Apapun itu menyemen kaki bukanlah solusi malah menyakiti diri sendiri. Dan buat saya dzolim sungguh orang di belakang para petani yang bukannya mencegah malah mendorong mereka begitu. Mereka harus bertanggung-jawab penuh ketika ada masalah kesehatan pada para petani.

Habis semen kaki terus nanti apa? Bakar diri? Lalu nanti muncullah teriakan simpati tentang "orang bakar diri", padahal jelas-jelas membunuh diri sendiri itu dosa besar kok malah diberi semangat.

Benar juga kata seorang teman. "Banyak orang membaca hanya ingin memuaskan dirinya sendiri, bukan untuk mencari informasi. Mereka onani dengan kehendak sendiri dan ketika ada orang yang menghalangi mereka ejakulasi, mereka marah karena frustasi".


Temanku itu kalo nyari perumpamaan memang agak vulgar. Mungkin karena terlalu sering nonton Fake Taxi. Minum kopi dulu ah.
Denny Siregar

Kamis, 23 Maret 2017

CARI MAKAN ATAS NAMA RAKYAT

Semen Rembang
Demo Warga Kendeng
Saya jadi ingat pada saat bu Risma ingin menghancurkan Dolly di Surabaya. Komplek pelacuran tertua dan - katanya - terbesar se Asia Tenggara itu memang sudah mengakar bagi masyarakat sekitar. Mereka membangun perekonomian di sekitarnya dan hidup dengannya puluhan tahun lamanya.

Ketika bu Risma akhirnya membongkar Dolly, perlawanan pun datang. Perlawanan paling gigih datang dari mereka yang menamakan diri sebagai "masyarakat kecil". Masyarakat kecil berteriak dan mengutuk pemerintah yang tidak "pro rakyat". Mereka bergandeng tangan dengan para preman, para mafia LSM dan anggota DPR dengan bermacam faktor kepentingan.

Begitu juga ketika Ahok membongkar Kalijodo...

LSM untuk orang miskin yang kehilangan sumber proyek pendanaan, DPRD yang ingin menjatuhkan wibawa Gubernur dan artis2 yang namanya sedang anjlok mencari nama, semua datang kesana.

Dan mereka berteriak pemerintah tidak "pro rakyat" lalu melakukan aksi tidur semalam di sana berteman nyamuk dan bau yang pasti tidak mereka suka.

Sekarang ini cara melawan pemerintah adalah dengan membenturkannya kepada rakyat kecil beneran.

Rakyat yang sejatinya tidak tahu apa-apa diperas kesulitan mereka, ditakut-takuti akan dampak jika mereka tidak melawan pemerintah dan segala macam usaha.

Air mata jadi senjata utama untuk dipamerkan di media, menguras emosi para pembaca yang terbiasa menonton sinetron televisi yang serinya baru selesai ketika kiamat tiba.

Begitulah saya melihat sinetron Pabrik Semen Rembang. Saya sendiri juga heran, petani-petani lugu itu darimana dapat ide untuk menyemen kakinya ya? Bukankah mereka seharusnya sibuk mencari makan karena pendapatan mereka jelas pas-pasan. Tapi ah, kalau bicara tentang visi biasanya saya dihujat tidak pro rakyat kecil.

Pabrik Semen Rembang adalah milik PT Semen Indonesia. BUMN milik pemerintah. Semen Indonesia bukan pemain baru dalam bisnis semen, mereka sudah memulai sejak tahun 1910, dulu namanya adalah Semen Padang.

Track record mereka dalam tetap menjaga keseimbangan alam dan penduduk sekitar sudah teruji di Gresik, Tuban, Tonasa dan Padang. Jadi sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran di Rembang karena mereka sudah faham bagaimana cara bekerja yang benar.

Seharusnya dengan melihat track record ini, ada jaminan bahwa alam akan tetap terjaga dan kesejahteraan juga kesehatan masyarakat sekitar bisa terjamin.

Tapi yang namanya pembangunan tentu ada pro dan kontra, dan melihat kasus Dolly juga Kalijodo ada saja pihak yang merasa dirugikan mulai dari LSM sampai DPRD. Rugi karena selama ini mereka "makan" dari sisi berbeda yang tidak ada dampak positifnya bagi sekitar. Ketika melihat ada yang mulai menjalankannya dengan benar untuk masyarakat sekitar juga, teriaklah mereka..

Hal yang paling saya sesali adalah acara "semen kaki". Dan saya tidak yakin, para petani itu punya ide yang gila jika tidak dikompori. Bahkan mereka harus merelakan "waktu shalat"nya. Bagaimana bisa shalat dgn kaki tersemen?

Seharusnya kalau ada acara gini-gini lagi, kita dorong supaya pimpinan LSM dan anggota DPRD nya lah yang menyemen kaki mereka, itu baru namanya jantan. Tapi kalau mereka yang begitu, tentu tidak mengundang simpati malah mengundang cibiran..

Karena itulah saya sekarang sudah kebal dengan pengatas-namaan "rakyat kecil". Harus melihat berita-berita dulu, menyeimbangkannya, baru bisa melihat lebih jelas. Bukan asal teriak, tapi gak tau permasalahan sebenarnya. Yang susah kalo kena kata "Pokoknya"...

Mending minum kopi dulu dengan tidak menghakimi. Bahkan pada posisi tidak menghakimi pun tetap dihakimi.. "Lu katanya pro rakyat, kenapa gak nulis tentang derita petani Kendeng?". Ah, sudahlah.. 


http://www.dennysiregar.commending seruput saja..

SURGA & NERAKA

Neraka
Surga dan Neraka
"Surga dan neraka itu tidak perlu dibuktikan dengan wujud, cukup dengan logika. Itu adalah reward and punishment bagi manusia yang dianugerahi akal dan kehendak bebas di dunia.

Seperti di kantor aja, masak kalo kamu bolos terus karirmu akan bagus?

Itulah konsep keadilan Tuhan. Sungguh tidak adil jika Tuhan mencampurkan kejahatan dan kebaikan di tempat yang sama..."


Suparto, 42, pembuat buku "cara menggantung diri live di facebook".


BERAGAMA DENGAN AKAL

Akal
Kebenaran
Sejak dahulu, meski tanpa pengetahuan yang memadai, saya tidak pernah percaya bahwa Nabi Muhammad SAW menyematkan kata "kafir" kepada non muslim.

Saya berpatokan bahwa Rasulullah adalah manusia suci dan ketika kesucian beliau bersumber dari sang Maha Suci, maka dirinya selalu berada dalam kebaikan. Beliau diturunkan bukan untuk meng-Islamkan manusia, tetapi memperbaiki ahlak dan menjadi rahmat bagi semesta alam.

Jalan yang dibawanya adalah keselamatan atau Islam, sebagaimana Nabi-nabi yang lain juga membawa jalan keselamatan yang sama kepada umat manusia pada zamannya.

Dan ketika pengetahuan saya bertambah, saya menemukan banyak hal yang mendukung bahwa kata "kafir" itu disematkan kepada mereka yang perilakunya keluar dari tuntunan Tuhan dan Rasul-nya. Itu berlaku juga kepada umatnya sendiri.

"Janganlah kalian menjadi kafir sepeninggalku..." Perkataan ini bukan ditujukan kepada non muslim tetapi kepada umatnya dan secara spesifik kepada mereka yang meng-klaim sebagai sahabat2nya yang berjumlah puluhan ribu orang itu.

Begitu juga dengan bahasa "Jangan menjadikan Yahudi dan Nasrani.." bukan kepada mereka yang Yahudi dan Nasrani secara keseluruhan, tetapi kepada para pendeta-pendeta dan pengikutnya yang dulu menentang dan memerangi beliau.

Dalam ayat lain, Nabi Muhammad SAW juga menyampaikan firman Tuhan, bahwa Yahudi dan Nasrani tidak perlu bersusah hati karena Tuhan memberikan perlakuan yang sama kepada mereka.

Adapun ayat yang tidak membolehkan mengangkat Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah hal yang sangat wajar karena umat Islam harus dipimpin oleh Islam sendiri dalam wilayah ke-umat-an, seperti halnya umat Yahudi dan Nasrani dipimpin dari kalangan mereka sendiri.

Jika agama di ibaratkan "manual book", maka jelaslah yang bisa menjelaskan petunjuk itu adalah dari kalangan sendiri.

Tetapi yang terjadi sekarang bahasanya selalu di-generalisasi, dibuat seolah-olah keseluruhan, apalagi dibumbui oleh kepentingan. Padahal kalau kita pakai analogi sederhana ketika ada yang bilang, "Orang batak itu keras .. " Itu tidak berlaku bagi semua, tapi pandangan rata-rata.

Buktinya saya yang batak ini berperangai halus, santun dan imut tak berkesudahan. (Bentar, nyisir dulu)

Ketidak-mampuan mereka yang menerjemahkan sesuatu berdasarkan konteks "kapan", "dimana" dan "pada saat peristiwa apa" ayat dan hadis itu dikeluarkan, membuat banyak orang terjebak pada teks saja. Parahnya lagi banyak yang ho oh saja ketika ustadnya mengisi otak mereka. Yang penting si ustad berjenggot, jidat kapalan dan celana cingkrang, itu sudah patokan kebenaran.

Beragama itu sesungguhnya dituntut cerdas, karena itulah manusia disematkan akal untuk memahaminya. Jangan menjadi kerbau yang nurut saja ketika dibawa ke tempat pembantaian. Logika-logika harus penuh dulu sebelum meng-imani sesuatu.


Beragamalah seperti secangkir kopi. Ia bisa berada di kalangan menengah bawah sampai atas, tapi ada satu hal yang tidak bisa lepas darinya, yaitu kenikmatan.

SEPEDA JOKOWI

Sepeda
Jokowi
"Ya sudah, sana ambil sepedanya". 

Perkataan Jokowi ini begitu terkenal sekarang, sehingga kadang dibuat lelucon di media-media sosial.

Entah kenapa kalimat itu menjadi terkenal, meskipun dalam berbagai kesempatan pakde juga sering bagi-bagi buku ketika ketemu sama anak-anak di jalan. Mungkin karena kalimatnya yang cenderung lugu dan natural, dengan logat medok dan merakyat.

Kenapa juga "sepeda", belum terjawab..

Mungkin juga secara tidak sadar hadiah sepeda itu adalah mimpi Jokowi waktu kecil yang begitu mengidamkan sepeda untuk ke sekolah tapi bapaknya tidak mampu membelinya. Jokowi hanya memendam hasrat melihat anak orang berada naik sepeda, tanpa berniat manja meminta dan merepotkan bapaknya yang memang dalam kondisi tidak ada.

Dan ia berusaha memenuhi impian anak-anak yang sama dengan mimpinya.

Ikon sepeda Jokowi ini kemudian dikembangkan oleh tim kreatifnya di facebook page Presiden Joko Widodo dengan membuat pertanyaan yang berhadiah sepeda. Sampai sekarang, saya melihat postingan pertanyaan itu sudah mencapai 67 ribu like, 93 ribu komen dan 12 ribu share. Dahsyat memang.
Kuis Jokowi
Sepeda memang alat transportasi yang merakyat. Pada awal-awal kemerdekaan, sepedalah yang menjadi alat transportasi utama. Dan dengan ikon sepeda, Jokowi tanpa sadar juga sudah menunjukkan betapa ia adalah bagian dari rakyat. Insting dasar yang keluar dari kepribadian aslinya...

Ada seorang teman yang mengusulkan, "Seharusnya sepeda itu tidak hanya berbentuk sepeda saja, karena sepeda banyak. Tapi ada satu ciri yang menandakan bahwa sepeda itu dari Jokowi, mungkin berbentuk plat khusus yang dipatri di sepeda itu".

Usul yang sangat bagus, karena pemberian dari seorang Presiden pasti membanggakan penerimanya, apalagi Presiden itu pemimpin yang dia cintai. Dan itu kelak akan diceritakan ke anak-cucunya.

Dan sepeda dengan plat Presiden itu satu saat akan menjadi incaran kolektor dengan harga berlipat-lipat dari harga seharusnya.

Lepas dari itu, kita melihat satu usaha besar dari seorang Presiden untuk mendekatkan diri dengan rakyat yang dicintainya. Hal yang sudah sangat lama tidak kita lihat karena dulu kita dipaksa berpandangan bahwa jabatan Presiden itu sakral dan tidak tersentuh.

Semoga sepeda Jokowi itu bisa menjadi inspirasi bagi generasi mendatang yang bercita-cita untuk menjadi pemimpin, bahwa gelar dan jabatan sesungguhnya hanyalah kesepakatan manusia. Di mata Tuhan kita semua sama.

Kalau Jokowi itu sepeda, saya cukup secangkir kopi yang berusaha memadukan pahit dan manis dan berusaha mencapai titik keseimbangan maksimal sesuai kemampuan.

"Pakde, kapan saya bisa dapat sepeda?".


"Ya sudah, sana ambil sepedanya.. di toko sepeda."

Sabtu, 11 Maret 2017

JOKOWI EMANG GILA

Pembangunan
Presiden Joko Widodo
Memang "sial" jadi Menteri di era Jokowi. Di era-era pemerintahan lalu, menjadi menteri adalah sebuah prestise. Bahkan posisi menteri malah dijadikan sunber uang bagi partai. Menteri adalah jabatan politis, sebagai orang kepercayaan Presiden untuk melakukan tugas-tugas yang jauh dari kemampuan akademisnya.

Kerjaan menteri dulu adalah melobby DPR, mengatur anggaran, bagi-bagi rejeki, sesudah itu ongkang-ongkang kaki. Yang kerja biar staf ahli dan dirjennya.

Tapi tidak di era Jokowi.

Disini menteri ditarget untuk memberikan hasil sesuai rencana yang disepakati bersama antar Presiden dan mereka. Presiden menjaga ritme kerja mereka dan terus memantau perkembangan.

Sebagai contoh saat Jokowi menetapkan bahwa pertanian adalah poin utama dalam kesejahteraan masyarakat. Dan pondasi dasar dari produksi pangan adalah ketersediaan air.

Melihat bahwa beberapa daerah mempunyai potensi untuk mengembangkan pangan, tapi wilayah mereka jika kemarau rentan kekeringan, Jokowi memerintahkan 3 Kementrian bersatu menyelesaikan masalah utamanya, yaitu irigasi.

Menteri Pertanian, Menteri Pedesaan dan Menteri PU dipaksa untuk menyelesaikan masalah irigasi dengan membangun waduk-waduk dan embung. Embung adalah tempat penampungan air di kala hujan dan jadi solusi di kala kemarau.

Tidak tanggung-tanggung, ketiga Kementrian itu ditarget bangun 30 ribu embung di beberapa wilayah. Dana yang dipergunakan adalah dana desa yang sudah dianggarkan 500 juta pertahun. Kebayang kan, para menteri itu tidak bisa tidur sebelum target mereka tercapai?

Bahkan di Kutai Kartanegara, embung yang dibuat malah bisa dijadikan tempat penampungan air bersih untuk warga dan bisa langsung diminum. Kebayang jika 30 ribu model embung yang sama dibangun di banyak wilayah. Masyarakat sudah tidak perlu khawatir lagi air bersih dan tetap bisa mengairi pertanian mereka di musim kemarau.

Selain embung, Jokowi juga membangun 49 waduk untuk memperkuat irigasi. Jokowimungkin malu dengan  Malaysia yang sudah punya waduk 3 kali lebih banyak dari Indonesia.

Jokowi bekerja benar-benar menyentuh akar permasalahan. Ia ingin hasil pertanian kita satu waktu akan ekspor, karena itu dia membangun infrastruktur pengairannya. Karena tanpa kecukupan air, ekspor pangan itu sejatinya omong kosong.

Apa yang dikerjakan Jokowi sekarang ini baru akan dinikmati hasilnya beberapa tahun kedepan. Mungkin ada waktunya hasil panen kita melimpah ruah, sehingga harus ekspor dan Indonesia kembali menjadi negara agraris selain negara maritim.

Biar para mahasiswa gak tereak-tereak "harga cabe naik" lagi merampok kebiasaan tukang sayur dan emak-emak pake jarik.

Apa yang dilakukan Jokowi sekarang bukanlah keajaiban, tapi sudah seharusnya sejak dulu dilakukan. Sayangnya, dulu para menteri lebih suka jadi sapi perahan, sehingga mereka sendiri yang akhirnya harus mendekam di penjara karena korupsi miliaran.

Dengan target gila seperti itu, kapan sempat para menteri lobby-lobby lagi di hotel bintang lima dengan kopi secangkir seratus ribuan dan bisik-bisik siapa dapat apa dan bagaimana caranya?


Jokowi emang gila. Dia berusaha keras membalikkan stigma negara kita yang gemah ripah loh jinawi tapi selalu diperkosa oleh para tikus berdasi, kembali menemukan kedigdayaannya kembali. Angkat secangkir kopi!.