Tiba-tiba jadi inget program "beli rumah tanpa hutang". Seorang teman pernah ikut seminar gratisnya sehari. Disana dikasih kopi dan makanan kecil, katanya. "Trus, apa yang didapat disana?" Tanyaku. "Gak ada. Cuman klaim kesuksesan dan kalau pengen tahu lebih lanjut, ikuti seminar kedua tapi harus bayar sekian juta rupiah".
Saya jadi senyum sendiri dan teringat pengalaman sama dulu, waktu ikut seminar saham. Sama seperti dia, saya cuman ikut yang gratisnya aja karena bayar seminar kedua gak kuat harus bayar sekian juta.
Saya sendiri heran. Seandainya si yang punya seminar sukses menjual properti dan bermain saham, ngapain juga dia buka seminar membuka rahasianya ya?
Kalau sukses di properti, pasti seperti Ciputra yang seminar hanya sekedar eksistensi saja, bukan karena uang. Begitu juga pemain saham bagus, pasti akan konsentrasi di sahamnya daripada sibuk seminar kesana kemari.
Seorang teman berkata, "Trik-trik marketing sekarang semakin canggih. Mereka yang buka seminar-seminar gituan, biasanya adalah orang yang gagal dalam profesinya. Tapi mereka bisa membungkus kegagalan mereka untuk mendapatkan keuntungan. Terutama dari para pemula dengan menjual mimpi-mimpi besar.
Mereka tidak perlu takut di somasi ketika si pemula gagal, karena tinggal di klaim saja, "kamu kurang keras berusaha.."
Industrialisasi bacot memang aduhai. Cukup bentuk tim manajemen yang memanfaatkan istri, suami atau saudara, jadilah sebuah perusahaan kecil. Lalu bikin promosi melalui media seperti radio dan televisi. Sekarang bahkan diperkuat dengan youtube.
Dibungkuslah kegagalan disana dengan kesuksesan2. Dijual mimpi bahwa "satu saat kamu akan jadi begini, bisa beli yang itu.."
Dan industri ini sudah masuk ranah agama.
Ada pendeta yang harus pake aji Gundala Putra Petir untuk menjatuhkan sekian banyak umat dan di shooting oleh kamera lalu disebarkan melalui stasiun televisi (dulu begitu). Tujuannya apalagi jika bukan jemaatnya semakin banyak sehingga semakin banyaklah donasi.
Jadi melihat fenomena Zakir Naik juga saya tidak kaget.
Zakir Naik hanya mengisi celah pasar yang belum tergarap saja. Sampai sekarang, belum ada lagi pendebat tersohor setelah Ahmed Deedat. Zakir terinspirasi dan mengambil celah pasar itu..
"Celah pasar", itulah sebenarnya kata kuncinya. Maka dengan segala kemampuan berbicara, Zakir Naik memainkan "drama agama" dengan sangat manis. Ia mungkin kaget juga awalnya ketika banyak sambutan dari pihak muslim yang haus akan ketokohan dan hidup dengan perasaan kalah di India.
Ketika ada Zakir Naik ini, harga diri mereka terangkat. Apalagi ketika dari debat itu ada yang akhirnya masuk Islam, satu atau dua orang. Berita ini dikabarkan dengan bombastis melalui media-media, terutama media visual seperti youtube. Judulnya pun disesuaikan, "ribuan umat hindu masuk Islam sesudah mendengar ceramah Zakir Naik.."
Zakir seperti mengisi kehausan umat muslim disana..
Tapi fenomena masuk Islam itu hanya berjalan satu dua, sedangkan itu adalah alat marketing yang bagus. Maka tidak salah jika kemudian ceramah itu dibumbui dengan adegan settingan mulai si penanya sampai orang masuk Islam. Kayak acara termehek-mehek yang mulai dari awal sampe akhir semuanya diatur.
Semakin lama model seperti ini tampak juga. Maka wajar jika negara seperti India, Inggris, Pakistan sampai Malaysia mem-blacklistnya. Karena selain itu ada unsur tepu-tepunya. Dan yang bahaya bukan orang Kristen masuk Islam, tetapi orang Islam yang menjadi radikal sesudah mendengar Zakir Naik ceramah.
Karena itu ketika diundang ke Indonesia, tentu Zakir Naik mau saja. Ya, dimana-mana dia udah ketahuan belangnya dan sekarang mencari pasar baru yaitu Indonesia. Supaya tambah ngetop, maka ia harus melakukan marketing pendahuluan termasuk dengan berfoto bersama Jusuf Kalla yang gak ngerti apa-apa.
Sama seperti si pembicara beli rumah tanpa hutang, si pembicara seminar saham dan Zakir Naik, mereka sama-sama gagal di bidangnya. Tapi mereka mampu mengemasnya sebagai keuntungan dengan kemampuan seorang entertainer.
Dan satu kesamaan target marketing mereka adalah "orang-orang yang kurang pintar dan suka berangan-angan panjang".
Nah, model Zakir Naik ini juga bisa diadaptasi oleh para jomblo profesional. Kegagalan berkali-kali bisa dijadikan pengalaman dengan membuat buku "Tips dan trik menghadapi penolakan" atau buku "Sulit mendapat pasangan? Sama, saya juga".
Dari buku bikin youtube, terus bicara di radio dan satu saat punya acara sendiri dengan tema, "Semakin sering ditolak, semakin sukses" Jam terbang jomblo memang dari seberapa sering dia ditolak. Coba deh praktekkan. Kalau berhasil traktir saya minun kopi yaaaa.
Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar