Pertanyaan terbanyak yang saya dapat pasca peristiwa vonis Ahok adalah "kemana Jokowi ?"
Mereka bukan bertanya tentang Jokowi ada dimana, tapi apa yang dilakukannya terutama ketika sahabatnya Ahok di penjara.
Pertanyaan itu berkembang menjadi kekesalan ketika foto-foto Jokowi tampak sedang santai naik motor trail di Papua. Akhirnya terjadilah umpatan-umpatan untuk tidak memilih Jokowi di Pilpres nanti dan makian lainnya.
Bahkan saya dengar seorang pelaku medsos berpengaruh di twitter menyalahkan Jokowi terhadap situasi ini.
Mengamati langkah Jokowi memang tidak mudah. Bahkan seorang Ahok pun mengakui itu. Langkah Jokowi terkesan lambat, tetapi track record selama menjadi Presiden menyelesaikan masalah KMP vs KIH dan Polri vs KPK, menunjukkan bahwa caranya efektif.
Vonis terhadap Ahok bisa dibilang adalah kekalahan langkah Jokowi dan saya yakin ia pun kaget dengan hasil akhir itu. Dengan konsep tidak ingin intervensi dan biarlah masyarakat yang menilai hasil pertandingan, ternyata langkah itu malah membuat gol untuk lawan.
Tetapi Jokowi tetaplah Jokowi. Ia tidak seperti SBY yang langsung tampil mencitrakan diri dan bergaya simpati.
Jokowi terlihat seperti "tidak terjadi apa-apa". Gaya yang membuat kesal para kawan juga lawan. Lha kok lawan juga kesal ? Ya iya, karena lawan tidak bisa menebak langkah apa yang kemudian ia lakukan.
Ciri khas Jokowi -berdasarkan apa yang sudah pernah ia lakukan- adalah diam. Jokowi hanya tampak emosional saat demo 411 yang berpotensi rusuh. Tetapi tidak lama kemudian ia berhasil menguasai dirinya dengan menghadapi demonstran di 212. Lalu ia mendekati Prabowo kemudian SBY.
Langkah pertama yang ia lakukan adalah memindahkan Ahok dari Cipinang ke Mako Brimob sel tahanan yang sekelas hotel melati. Dan itu ia lakukan sambil maen tril-trilan di Papua.
Bahkan perintah pembubaran HTI dilakukan sebelum putusan vonis Ahok, yang menandakan bahwa Jokowi sudah menyiapkan kemungkinan terburuk.
Kenapa pembubaran HTI dilakukan sebelum vonis Ahok? Supaya tidak memperbesar isu bahwa itu balas dendam Jokowi karena vonis Ahok. Jokowi berusaha menghindarkan target senjata ke arahnya. Dia berusaha meredam isu yang akan diperbesar lawannya bahwa ia "memusuhi Islam".
Tidak ada yang tahu apa yang ia lakukan sesudahnya, karena Jokowi adalah orang tertutup. Langkahnya tidak ia beberkan bahkan kepada orang di lingkaran satunya, apalagi kepada orang nomer dua yang suka curi-curi dengar.
Biasanya kita baru mengerti langkahnya sesudah ia melakukan langkah..
Jadi lebih baik menunggu dengan kepercayaan bahwa Jokowi tidak kemana-kemana dan ia melakukan tugasnya. Karena memaki situasi juga tidak akan menyelesaikan masalah.
Tugas kita adalah terus melakukan tekanan kepada semua elemen pemangku jabatan untuk membuka mata bahwa telah terjadi ketidak-adilan hukum dan masalah intoleransi di negeri ini yang harus diselesaikan.
Senjata lawan memang ingin menggerus suara terhadap Jokowi dan tampaknya berhasil. Banyak pendukung Ahok yang mulai menyalahkan Jokowi karena tidak berbuat apa-apa.
Maaf teman, membaca Jokowi bukan seperti membaca buku Enny Arrow yang langsung to the point terengah-engah. Membaca Jokowi itu seperti membaca novel Sidney Sheldon, kita baru tahu apa yang terjadi sesudah itu terjadi. Tahu Sidney Sheldon? Gak tau? Coba seruput kopi dulu...
Sumber: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar