Tidak sedikit yang mengataan bahwa rencana pembubaran HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) seolah menunjukkan bahwa pemerintah sekarang anti-Islam. Itu pernyataan konyol. Anda pasti tahu perbedaan agama, paham (isme), dan partai politik. Bahkan sambil terpejam pun akan tahu kalau HTI adalah partai politik (hizb) bukan paham apalagi agama. Mustahil tidak tahu hal itu.
Dalam pemahaman politik paling dangkal sekalipun, partai politik adalah instrumen untuk merebut kekuasaan. HTI ada di Indonesia untuk merebut kekuasaan dan mengubah NKRI menjadi Khilafah. Untuk apa mendirikan partai kalau tidak ingin berkuasa?
Anda pasti akan mengatakan bahwa HTI hanya organisasi massa (Ormas)? Betul, HTI memang berstatus hukum sebagai Ormas, tapi HTI tidak pernah melepaskan identitasnya sebagai partai, buktinya HTI tetap menyandang kata “hizb” di nama depanya. HTI tidak ikut pemilu? Tidak semua partai ikut pemilu.
Partai manapun di dunia ini cita-cita politiknya adalah berkuasa, sebab tidak ada partai politik yang didirikan hanya untuk hobi. Bedanya HTI dengan partai lain: 1) HTI tidak ikut pemilu karena pemilu adalah jalan politik kufur; 2) HTI bercita-cita mengganti dasar negara Pancasila, mengubah NKRI, dan membangun struktur khilafah; 3) HTI ingin menyatukan dunia di bawah kontrol satu kekhilafahan. Partai lain tidak ada yang memiliki cita-cita sehebat itu, kecuali komunis internasional yang dulu ingin menciptakan dunia tanpa kelas.
Kalau HTI hanya partai, bagaimana bisa rencana pembubaran HTI oleh pemerintah disebut sebagai anti-Islam? Bukankah yang pertama-tama menolak HTI justru NU, Ormas Islam terbesar di Indonesia? Kalau pelarangan dan pembubaran Partai Tahrir disebut anti-Islam maka NU adalah Ormas Islam yang anti-Islam. Konyol bukan? Kalau ada yg mengatakan NU anti-Islam, pasti sedang mengigau.
Partai Tahrir juga ditolak di banyak negara di dunia, termasuk negara-negara poros Islam di timur tengah seperti Kerajaan Saudi, Kerajaan Yordani, dan lainya. Apakah mereka juga anti-Islam? Jangan jawab pertanyaan terakhir itu sambil bermimpi.
Penulis: Makinuddin Samin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar