Selasa, 04 April 2017

MAEN CATUR ALA JOKOWI

Jokowi
Catur
"Kenapa Jokowi seperti membiarkan demo massa seperti itu ya?". Seorang teman bertanya. Ini yang menarik kalau membahas strategi yang dimainkan pemerintah.

Aksi massa yang berturut-turut seperti itu, ibarat gelombang air besar. Jika jalannya air ditutup, yang terjadi adalah ledakan besar yang memecahkan tanggul.

Karena itu, aparat seperti membangun sebuah pipa air besar supaya gelombang air itu tersalurkan. Keran terus dibuka tetapi pipa dikendalikan dan diarahkan ke tempat aman.

Dengan dibuatnya saluran tadi, tidak ada alasan bagi pendemo untuk menyerang Jokowi dengan tudingan sebagai rezim yang otoriter dan "penyumbat suara rakyat."

Beda dengan zaman Soeharto yang maen hantam, sehingga menimbulkan gelombang berikutnya. Soeharto dulu berhasil dengan cara itu, karena belum ada saluran informasi seperti media dan media sosial. Dulu semua media dikendalikan oleh rezimnya.

Panglima yang bertanggung-jawab untuk mengendalikan pipa saluran itu adalah Kapolri Tito Karnavian.

Ketika pak Tito sudah mengendalikan pipa saluran, tugas selanjutnya ada di Menkopolhukam Wiranto.

Wiranto bertugas untuk bertemu dengan para pentolan demo. Sesudah pak Tito menangkap beberapa pentolan dengan tudingan makar (yang akhirnya dilepaskan), para pentolan demo lain yang mengatas-namakan GPNF-MUI kemudian menghadap Wiranto.

Dalam pembicaraan dengan mereka, selain bernegosiasi, Wiranto juga memberikan tekanan-tekanan berdasarkan bukti-bukti yang memberatkan mereka. Beberapa pentolan tidak bisa mengelak ketika bukti-bukti itu disodorkan. Ada yang chat seks dan ada yang masalah dana sumbangan.

Wiranto menyandera mereka. Itulah kenapa gerakan yang tadi siang -aksi 313- sudah tidak bernama GNPF MUI, tetapi berubah menjadi FUI.

Yang menarik sebenarnya, adalah pelepasan para pentolan itu - yang seharusnya sudah ditangkap sejak kemarin.

Kenapa dilepas? Mereka harus tetap berada di barisan lawan untuk memantau dan memberikan informasi kepada pak Tito, siapa-siapa saja yang ingin makar dengan kekerasan pada demo selanjutnya dan siapa penyandang dananya.

Dan kita melihat ada si Gatot Saptono alias Al Khotot ditangkap bersama beberapa orang lainnya sebagai tersangka makar. Juga dipanggilnya Tommy Soeharto sebagai saksi berdasarkan bukti yang sudah dikumpulkan.

Inilah permainan strategi yang ciamik dalam meredam aksi besar supaya tidak menjadi "kendaraan" untuk membuat kerusuhan. Pak Tito dan Wiranto adalah ahli strategi yang dipasangkan untuk mengawal semua aksi yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan.

Sedangkan Jokowi fokus mengejar target pembangunan infrastruktur yang sudah direncanakan. Kalau maen catur, memang Jokowi masih jagonya. Satu raja sudah menyerah karena terancam skak mat, dan sekarang ia beralih ke papan catur lainnya. Jokowi mampu menempatkan bidak-bidaknya dengan tepat sehingga lawan menyangka mereka bisa memaksanya, tapi sesungguhnya mereka masuk jebakan yang sudah disiapkan..

Nah ,pertanyaan pentingnya.. Siapa pentolan yang dilepas kembali dan disusupkan sehingga bisa memberikan informasi-informasi yang tepat kepada aparat?

Yang bisa jawab, sana ambil voucher Hotel Kempinski-nya. Lumayan, semalam 5 juta rupiah. Tapi di dalam sudah ada yang menunggu, "abang gantengg.. mau dong cd bekasnya.." Brewoknya itu loh yang gak nahannn.. awwww.. Seruput sambil deg-deg an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar