Sabtu, 28 Januari 2017

Dalam Setiap Debat, Ahok Merupakan Cagub Yang Nyeleneh

Dalam debat tadi malam, Paslon nomor urut dua (pak Djarot) mengajukan pertanyaan ke paslon nomor urut satu, yang intinya bagaimana cara paslon nomor urut satu menormalisasi sungai tanpa menggusur. Paslon nomor urut dua mengajukan pertanyaan ini dengan alasan untuk menambah wawasannya, karena di lapangan dia tidak menemukan solusi yang tepat selain merelokasi.
Paslon nomer urut satu menjawab, yang intinya dia akan menggeser sedikit, artinya memindahkan atau merelokasi di tempat yang tidak jauh dari tempat semula, sehingga warga tetap berada di habitatnya atau lingkungan mereka, bukan lingkungan baru yang jauh.
Menanggapi jawaban paslon satu, Ahok menanyakan (yang intinya) bagaimana cara memperoleh lahan di dekat normalisasi untuk membuat rumah atau rusun, pertanyaan ini tidak terjawab dalam tanggapan paslon satu.
Ahok ini sudah tahu betul kondisi lapangan, bahwa tidak bisa menormalisasi sungai tanpa merobohkan bangunan yang ada di atas sungai, dan dia tahu tidak ada lahan di dekatnya yang bisa di buat rusun sehingga warga tidak pindah di lingkungan yang jauh. Inilah kehebatan AHY, Ahok aja tidak bisa menyediakan lahan untuk membuat rusun di dekat lokasi normalisasi. AHY bisa (dilihat dari rencananya). Ahok mengerti mereka yang dipindahkan itu memiliki biaya hidup yang lebih mahal di rumah susun, sehingga ia menggratiskan transportasi, termasuk memberikan KJP, tunjangan sembako, dan lainnya.
Sudah menjadi tradisi kalau orang mau mencalonkan diri Jadi Gubernur (baik petahana, maupun bukan) selalu menghindari pernyataan yang membuat rakyat tidak suka, dan selalu memaparkan program yang menyenangkan masyarakat, walaupun pada pelaksanaan nantinya nol. Tetapi Ahok ini nyeleneh (tidak seperti cagub pada umumnya), dalam setiap kampanye maupun debat yang telah di selenggarakan KPU, dia selalu menegaskan akan tetap melakukan normalisasi sungai sesuai Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2011 tentang keberadaan bangunan yang berdiri di atas sepadan sungai yang harus ditertibkan supaya fungsi sepadan sungai kembali seperti sediakala.
Normalisasi ini dilakukan dengan cara penggusuran atau bahasa sopannya relokasi. Walaupun sebenernya ada perbedaan antara penggusuran dengan relokasi. Relokasi memindahkan ke lokasi lain, sedangkan penggusuran belum tentu di kasih lokasi lain sebagai pengganti. Dan Ahok dalam hal ini melakukan relokasi walaupun beberapa orang khususnya lawan politiknya menyebut penggusuran.
Para lawan politiknya sering menyebut relokasi yang dilakukan Ahok sebagai penggusuran dengan pernyataan “kalau saya (red: lawan politik Ahok) terpilih jadi gubernur Jakarta, saya tidak akan melakukan penggusuran”. Emangnya selama ini yang melakukan penggusuran siapa? Ahok kan merelokasi
Ahok pasti menyadari bahwa sebagian masyarakat, khususnya yang bakal kena relokasi pasti tidak suka dengan rencana itu, mereka mungkin tidak akan memilih Ahok dalam pemilihan nanti karena rencana ini. Tetapi bukan Ahok namanya kalau dia memanis-maniskan kata-kata dengan mengatakan tidak akan merelokasi, karena dia berpandangan bagaimana bisa sungai yang semula lebarnya 30 meter sekarang menjadi 5 meter dan mau dinormalkan kembali jadi 30 meter tanpa menggusur rumah-rumah yang membuat sungai tadi menjadi 5 meter.
Sedangkan AHY dan Anies tetap dengan pendiriannya tidak akan menggusur, cuma menggeser sedikit, tapi belum ada informasi dari mereka, udah cek atau belum lahan untuk geser sedikit itu, ada atau ngak.
Dan ternyata kalau tidak ada lahan gimana? akhirnya jadi geser atau tidak? Kalau tidak jadi geser, terus sungainya apakah bisa di normalisasi? Kalau tidak di normalisasi bagaimana mengatasi banjir? bagaimana menata Jakarta? Melihat keadaan sungai dan keterbatasan lahan di dekat sungai yang belum di normalisasi, pernyataan-pernyataan paslon satu dan tiga tentang tidak akan melakukan penggusuran atau bahasa mereka “menggeser sedikit” untuk menormalisasi sungai terlihat teoritis.
Saya pikir kita sudah diberi banyak pelajaran oleh para cagub dan cawagub yang dulu-dulu tentang bagaimana manisnya janji-janji mereka untuk menarik simpati pemilih, tetapi ketika mereka terpilih sangat sulit merealisasikan janji tersebut. Dan saya kira Ahok tidak mau mengikuti para pendahulunya, dia tidak mau bermanis-manis, memberi harapan yang menyenangkan, namun pada akhirnya itu cuma sebatas harapan. Makanya kenapa saya sebut Ahok ini cagub yang nyeleneh, yang tidak seperti cagub pada umumnya.
Demikanlah kura-kura
Salam Nyeleneh

JAKARTA DI TANGAN KOH AHOK

Ahok
Ahok
Jakarta ditangan Ahok itu rusak serusaknya. Ahok merusak budaya miskin dan kumuh yang selama puluhan tahun dipelihara untuk mendulang suara setiap pilkada. Kebiasaan melas karena mental kalah mereka, rusak karena harus berubah dengan direlokasi ke hunian layak. Masih ditambah dikasi kompor, tempat tidur dan kulkas. Ini bahaya.

Ahok juga merusak mata pencaharian LSM yang terbiasa dengan proposal mengamati warga miskin Jakarta. Berapa miliar mereka dirugikan karenanya ? Sungguh terlalu, kata Rhoma.

Belum lagi ditutupnya diskotek Stadium dan Mille's karena narkoba. Rusak sudah jaringan mafia disana. Perputaran narkoba itu menghidupi perut banyak orang. Daripada dibungkam, kenapa narkobanya ga disyariahkan sekalian? Belum lagi banjir.

Selama ini stasiun tivi menangguk iklan dengan laporan pandangan mata para reporternya yang berenang sepaha dan sedada. "80 persen Jakarta sudah tidak banjir lagi.." Kata plt Sumarsono.

Hitung berapa miliar kerugian jika tidak ada banjir di Jakarta? Mulai dari persewaan perahu karet, fee mendorong mobil yang tenggelam bahkan Basarnas jadi kehilangan pekerjaan. Dana sosial jadinya susah dikeluarkan. Kalau gada anggaran, berarti ga ada penghasilan.. Kimbek lah. Tambah rusak mental para birokrat.

Mereka yang selama ini jadi raja, sekarang harus jadi pelayan. Cam mana?? Sekarang mereka harus kerja, amplop sudah jarang. Kalau terima amplop dipecat. Ini keterlaluan !!

Trus petugas bersih-bersih sekarang gajinya 4 jutaan perbulan. Apa maksudnya? Mereka sudah terbiasa hidup dengan 500 ribuan perbulan! Jangan dirubah budayanya, ntar jadi kebiasaan.

Kalijodo yang dulu remang-remang, sekarang jadi taman publik terang benderang. Ini apa maksudnya? Ahok menghancurkan bisnis lendir yang sudah lengket puluhan tahun lamanya. Kasian, Daeng Azis jadi gak bisa cari makan.

Harusnya, komplek pelacuran itu di cat warna warni aja, biar makin indah dan sedap dipandang mata. Biar makin hot goyang dombrettnya.

Apalagi budaya bancakan anggaran anggota DPRD mau dihilangkan. Dulu bisa satu buah USB eh UPS harganya miliaran. Sekarang?? Lihat tubuh haji Lulung sempat kering kerontang.. Ludahnya sudah gak berapi lagi. Kasian.

Budaya kompromi dengan ormas radikal juga dirusak. Mereka jadi gak bisa cari uang lagi dari dana bantuan sosial. Jadi jangan salahkan kalau mereka harus demo terus sekedar untuk cari makan.

Karena itu Ahok jangan pernah dipilih lagi. Kalau nanti di TPS, coblos aja matanya dengan geram. Gambar paslon yang lain dielus2, sayang kalau rusak wajah ganteng mereka karena tusukan.
Apalagi Ahok gak doyan ngopi!!

Masak kopi yang gua bawa dibilang kopi sasetan? Dendam jadinya, kok dia bisa tau yaaaa...

Ga mau seruputtt !!

JAKARTA DITANGAN KANG ANIES

Dari semua paslon, saya sebenarnya ingin kang Anies yang menang. Karena kalau doi menang, saya bisa melihat bagaimana ia mengeksekusi semua teori dan konsepnya yang aduhai.

Sebenarnya bener kata Ahok, kang Anies ini lebih bagus jadi dosen. Teori bolehlah, tapi praktek bisa jauh api dari panggang. Seperti saya bilang, seandainya dosen saya kang Anies, saya bisa ngorok di bangku belakang atau lebih baik baca Enny Arrow aja sama teman-teman.

Membangun kota keras seperti Jakarta itu tidak bisa sibuk pada tataran konsep, karena manusianya -terutama di jajaran PNS- sudah rusak semua. Mereka sudah kacau cara berfikirnya, menganggap dirinya raja dan rakyat adalah pelayannya.

Kang Anies bilang harus dirangkul, jangan dipukul. Orang sudah rusak cara berfikirnya untuk dirangkul bukan lagi obat mujarab, karena mereka sudah tidak sadar bahwa perbuatan mereka salah. Karena itu harus diterapkan reward and punishment yang keras.

Motivasi gak ada dalam pikiran mereka, yang ada uang uang dan uang. Lihat saja, berapa yang terpaksa harus dipecat Ahok karena sulit diperbaiki. Sebagian malah sudah masuk penjara karena korupsi.

Mungkin itulah sebabnya kang Anies dipecat Jokowi. Awalnya pakde kagum dengan teorinya, tapi kok prakteknya gak sebagus apa yang dikatakan. Sibuk merangkul eh malah digunakan untuk mencari suara..

Seandainya terpilih, saya pengen tahu bagaimana doi bisa menghentikan proyek reklamasi yang aturannya sudah sejak masa Soeharto berkuasa? Masak duduk bersama terus.. ambeien, pak...

Paling akhirnya nyerah dan berkata, "Kita lanjutkan saja program bagus ini untuk warga Jakarta bla bla.."

Lemahnya kang Anies juga bisa terlihat ketika ia berusaha kompromi dengan banyak pihak. Lihat saja cara ia merapat ke FPI dengan berkata. "Saya bukan Syiah..".
Ini indikasi kuat bahwa ia akan terus bekerjasama dengan ormas garis keras dan sulit melarang mereka melakukan perbuatan radikal. Kebayang nanti puasa, ada penggerebekan warung dan kang 

Anies hanya muncul di media, "Semua saya rangkul, ya.. saya rangkul.."
Oh, maaf di belakang kang Anies ada PKS-nya, jadi pantaslah...

Kalau soal konsep, tinggal bayar saja ahlinya. Pemimpin itu bukan hanya kuat konsep, tapi ia harus mampu menjadi eksekutor juga. Pemimpin itu bukan hanya mampu memberi nasihat, tapi ia juga mampu meletakkan sesuatu ditempatnya. Salah ya salah, benar ya benar..

Semoga kang Anies yang menang. Bisa2 di balai kota penuh tulisan motivasi, tapi di belakang meja para tikus terus beraksi. Seruput lagi ah, kopi tinggal satu saset lagi.

JAKARTA DITANGAN MAS AGUS

Saya kalau denger paparan konsep pembangunan ala mas Agus, suka senyum-senyum sendiri. Konsepnya mas Agus itu model pejabat-pejabat lama. Pejabat yang lebih suka memelihara masalah supaya tetap mendapat suara.

Entah sudah berapa puluh tahun rakyat miskin di Jakarta tetap dibiarkan miskin - dipelihara malahan. Mereka tinggal di pinggir-pinggir kali, berdesak-desakan, tempat yang kotor dan bau, penyakit sudah pasti ada. Belum lagi waktu banjir, mereka harus ngungsi duluan.

Kemiskiinan beranak pinak sehingga tanpa sadar itu mempengaruhi mental mereka. Mengemis sudah menjadi budaya dan selalu bertampang melas minta dikasihani selamanya. Kalau gak melas, ya jualan atau jadi pecandu narkoba. Diatur oleh para mafia yang makan dari uang hasil lendir.

Sudut-sudut kumuh itu menjadi potret yang biasa yang juga dimanfaatkan oleh LSM untuk mendapat CSR atau dana asing atas nama orang miskin. Puluhan tahun seperti itu. Dan Agus ingin memeliharanya lagi. Ia berjanji untuk memberikan bantuan tunai kepada mereka, konsep yang sukses dilakukan sang pepo. Maksudnya, sukses meninggalkan hutang negara.

Pokoknya, solusi dari semua masalah adalah uang. Mungkin karena terbiasa menyelesaikan masalah sejak kecil dengan uang..

Jika ditanya bagaimana caranya membangun didaerah yang sudah ditempati, tanpa menggusur?
Jawabannya ngawang. Yang vertikal lah, yang horizontal lah, yang ngapung lah... Sama sekali tidak punya konsep, hanya main kata-kata dari "Gusur" menjadi "Geser", dari "Rusunawa" menjadi "Rusunami". Apa maksudnya coba?

Yang lucunya lagi pernyataan bojone yang ingin memperindah rumah di pinggir rel kereta dengan warna indah. "Indah" menjadi solusi, bukan nyawa manusianya. Nyawa manusia di pinggir rel gak penting, yang penting indah.
Wat de pak..

Nafsu berkuasa tanpa memahami akar masalah adalah penyakit banyak pejabat sejak lama. Pokoknya berkuasa dulu, nanti dipikir belakangan. Akhirnya yang terjadi adalah bagi-bagi angpau supaya kondisi tenang.

Jakarta mau gimana ga usah dipikirin, yang miskin tetap miskin, yang rampok tetap rampok, yang narkoba biar urusan polisi aja..

Semoga warga Jakarta sudah pinter-pintrer, tau mana yang baik dan mana yang buruk. Jangan kayak orang susah, dikasi amplop 50 rebu doang, suara digadaikan..

Minum kopi dulu biar pinter.
Kalau orang sabar pantatnya lebar, orang pinter itu hidungnya yang besar..

Seruput..

DEBAT YANG MEMBOSANKAN

Nonton debat kedua pilgub ini, sekali lagi sangat membosankan. Saya seperti nonton drama sopan santun dengan bahasa yang sibuk ditata.

Agus seperti biasa beretorika. Ia berbicara melambung tanpa masuk pada inti masalah sebenarnya. Dan serangannya ke Ahok itu-itu saja masalah marah dan marah. Seakan tidak ada lagi serangan mematikan.

Ahok pun kehilangan tajinya. Ia seperti meredam kepribadian aslinya yang tajam dan meledak. Ahok lebih banyak bertahan dan memperkenalkan apa yang ia pernah kerjakan dan lakukan, tanpa masuk dan menyerang dengan pertanyaan balik kepada penyerangnya.

Anies -yah seperti biasa bergaya guru dengan pembicaraan monoton. Saya kalau jadi muridnya bisa ngorok di bangku belakang atau lebih baik baca Enny Arrow bareng teman2 sambil ngikik. Daripada dengerin text book yang dibacakan, mending baca sendiri..

Ibarat sepakbola, ini masih gaya sepakbola Indonesia dimana serangannya tumpul dan selalu panik kalau ada di depan gawang. Operan2nya panjang padahal tubuhnya pendek dan terlalu cepat ngos2an.
Saya butuh liga Inggris yang keras dan menarik.. Tidak perlu takut dengan pandangan orang. Ini pertarungan bukan pertunjukan siapa yang paling sopan..

Ah, sayang kopiku yang sudah kental, keras dan sudah bukan lagi sasetan. Seruputnya pun dikit2, karena lidah langsung bergetar saking paitnya brrrrt...


Ayo dong, para paslon.. jangan kalah ma Basuki Hariman dan Patrialis Akbar.. Serang gadis 24 tahun !!!

TINA TALISA ITU MODERATOR APA MC KAWINAN?

Tina Talisa
Tina Talisa
Mba Tina Talisa yang katanya moderator.. Mohon maaf, anda itu lebih layak jadi MC kawinan.
Hanya sibuk lempar sana lempar sini tanpa mampu membuat kesimpulan dari pertanyaan dan jawaban paslon, lalu melemparkannya kembali sehingga suasana menjadi lebih hangat.

Pak Eko yang Profesor juga diam saja, seperti demam televisi nasional. Sibuk memegang kertas dengan banjir keringat di tangan.

Debat kali ini dingin sedingin sayuran yang ditaruh di freezer. Saya kangen debat Prabowo vs Jokowi. 

waktu pilpres lalu yang selalu panas sepanas kopi di depanku..

Mau seruput, tapi kok kagok..

Jumat, 27 Januari 2017

KETIKA IBADAH JADI SARANG KEBENCIAN

Menag
Menteri Agama
Pada waktu aksi massa 411 dan 212, saya kebetulan ada di Jakarta. Subuh -sesudah shalat- saya mendengar speaker-speaker masjid menyerukan warga untuk turun ke jalan dalam aksi massa besar. 

Suasana pada waktu itu mirip seperti perang.
Yang membuat hati miris adalah ujaran-ujaran kebencian yang keluar dari toa-toa. Bagaimana bisa tempat dimana manusia mensucikan dirinya keluar kata-kata angkara murka?

Saya pun kembali teringat ketika di sebuah shalat Jumat, mendengarkan ceramah penuh amarah terhadap yang non Islam. Lucunya, masjid itu berada di komplek perumahan yang banyak non muslimnya. Masih untung mereka banyak sabarnya.

Entah sudah berapa kali saya menulis bahwa pemerintah selayaknya tanggap akan hal ini. Masjid-masjid dikuasai kaum intoleran. Bahkan di sebuah masjid di BUMN, penceramahnya malah menjelek-jelekkan pemerintah dan menggaungkan konsep makar.

Sertifikasi penceramah agama adalah langkah maju dari pemerintah saat ini. Mungkin harus ada kejadian dulu baru kita tanggap akan situasi.

Selayaknya kita belajar dari negara lain yang sudah menerapkan itu jauh hari sebelumnya. Iran dan Mesir mungkin bisa jadi rujukan, karena mereka pernah mengalami situasi pahit dimana ulama dijadikan kendaraan untuk kekuasaan..

Ide Menteri agama ini patut diapresiasi. Perlu ada badan -non pemerintah- terdiri dari ulama mumpuni -bukan macam ulama MUI- yang bisa menerbitkan sertifikasi bagi penceramah agama. Badan ini harus menjaga kredibilitasnya, karena itu sama saja dengan menjaga nilai-nilai agama.

Semoga ke depan hubungan beragama kita bisa lebih erat, karena yang harus kita pahami bersama, apapun agama kita, kita adalah saudara sebangsa.
Seruput kopimu dulu, teman.


"Mereka yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan.." Imam Ali as.

Denny Siregar