Saya lagi tertarik membahas mantan kita satu ini, SBY. Ini adalah artikelku yang ke-tiga tentang mantan ini. Dan dia berhasil menarik perhatianku beberapa hari ini. Ups… Aku jadi korban mantan…
Langsung saja. Tak bisa dipungkiri memang kalau perhatian publik tertuju kepada sosok-sosok utama negeri ini terutama Jokowi dan Ahok. Yah kita bisa maklum, karena mereka sedang mengemban tugas sebagai pejabat publik. Harus kita amini pula, bahwa cara mereka menarik perhatian bangsa ini tidak menarik tetapi eksentrik, eksotis dan penuh estetika. Cara mereka biasa, bahkan kemungkinan besar tidak diperuntukkan untuk menarik perhatian, let it flow saja.
Jokowi, setelah aksi bela Islam 411, silaturahmi ke rekan-rekan politik, rohaniwan, dan pasukan. Kemudian ketika aksi damai 212, yang katanya dihadiri 7 juta orang itu, Jokowi memenuhi hasrat peserta aksi dengan datang untuk salat berjamaah di Monas. Lalu kemudian, menonton pertandingan sepak bola ketika tim nasional berjuang di AFF. Yang terakhir, Jokowi ikut lomba panahan bersama rakyatnya. Semua yang dia lakukan itu biasa saja menurut saya, tetapi menarik perhatian banyak orang. Bukan karena status kepresidenannya, melainkan juga sikapnya yang tak lazim sebagai pejabat negara. Dan tentu masih banyak hal yang dilakukan Jokowi menarik perhatian banyak orang, bahkan mungkin selalu menanti apa lagi yang akan dilakukan Jokowi.
Ahok, sebelum kasus penistaan agama, sudah menjadi sorotan. Selain kehadiran, program dan mulutnya yang kontroversial, Ahok itu berbeda dengan pejabat daerah pada umumnya, atau lebih tepatnya sebelumnya. Ia bahkan tidak pernah berusaha menarik perhatian. Bukan dia yang cari perhatian, melainkan orang banyak yang ingin memperhatikannya.
2X Caper SBY paling parah yang penuh tanda tanya
Yang tidak bisa kita maklum adalah perhatian kepada mantan. Bukan karena sesuatu yang biasa seperti Jokowi dan Ahok, melainkan karena cara cari perhatiannya yang cukup memprihatinkan. Jadi kalau ada mantanmu tiba-tiba komentari tentang hidupmu, apakah kamu tidak akan merasa risih, apalagi komentar itu penuh tanda tanya di benakmu. Tentu kamu akan mengatakan, “Maksud loh….?” dengan nada sinis?
Nah…. Berbanding terbalik dengan kedua tokoh di atas, SBY kini sudah tidak lagi publik figur, melainkan orang biasa laiknya saya dan Anda. Ia bukan lagi orang yang ditunggu kehadirannya, sebab bukan presiden lagi. Memang dia masih Ketua Umum Partai Demokrat, tetapi siapa sih yang menunggu kemunculan ketum partai kecuali ada kasus yang berkaitan dengannya. Jadi tidak ada alasan seorang SBY menarik perhatian banyak orang, kecuali ada kepentingan.
Terlepas dari ada atau tidak kepentingan SBY, yang akhir-akhir ini mencalonkan anaknya sebagai cagub DKI, dia sedang melakukan manuver-manuver politik yang berusaha mengarahkan perhatian kepadanya, caper. Dimulai dari konpres berkaitan kasus penistaan agama dan terakhir cuitan di Twitter, proses pengalihan perhatian ke dirinya semakin kental.
Mungkin dari Anda ada yang tidak setuju bahwa SBY sedang caper. Tetapi juga Anda tidak bisa menyanggah pertanyaan apa kaitan SBY dengan kasus penistaan agama sampai ia konpres. Kan aneh. Dia bukan lagi presiden, ditanyai juga tidak, kog malah nongol sebagai seorang yang perhatian terhadap Indonesia dengan melakukan konpres. Sok mengomentari kasus Ahok, sementara kasusnya sendiri (kasus dokumen TPF Munir) sok lupa ingatan. Itu seperti mantan yang sedang buat ulah agar kamu memperhatikannya.
Kemudian pada cuitannya di Twitter. Aneh kalau tiba-tiba seorang mantan presiden berdoa (mengeluh) di Twitter. Yang saya tahu, negarawan akan menyebarkan inspirasi dan optimisme kepada semua orang, atau setidaknya mengajak untuk menjadi aktor memperjuangkan kemajuan bangsa, bukan mengeluh ala ABG dan cabe-cabean, kalau kita tidak mau bilang PSK yang sedang sepi pelanggan. Saya yakin dia tahu bahwa siapa pun yang membaca cuitan itu pasti akan bereaksi, kemudian membagikan dan pada akhirnya viral lalu menjadi pusat perhatian sampai di bahas penulis seword.
Pertanyaan kita, kenapa ia hadir ke tengah publik dengan cara yang tak elegan sama sekali sebagaimana imagenya selama ini? Ini menjadi aneh. Apakah karena ia sudah merasa kehilangan panggung di dunia politik sekalipun masih ketum partai? Apakah karena anaknya sedang bertarung di DKI? Atau dia sudah titik titik setelah tidak dianggap bukan apa-apa oleh Jokowi? Kenapa, biarlah hanya SBY dan Tuhan yang tahu. Mungkin sudah dekat lebaran kuda.
Pesan saya untuk mantan. Sekalipun tidak didengarkan, baiklah mantan menjadi mantan terindah. Terindah karena ikut ambil bagian memajukan negeri yang kita cintai ini, baik dari gagasan-gagasan gemilang, optimisme seorang negarawan, sampai cuitan yang membangun. Mungkin pada awalnya tidak didengarkan, tetapi sudah lebih baik daripada dibully. Hiduplah seperti biasa. Didik anak yang suka lompat itu jadi politisi, yang tidak mengikuti bapaknya suka baperan. Binalah partai agar kadernya tidak korupsi lagi di masa depan. Perintahkan kepada mereka untuk pro-program pemerintah yang baik bagi bangsa. Bungkam tuh mulut Gerung, yang bilang pemerintah biang hoax, dan Roy Suryo, yang kalau tidak salah tidak jelas itu, maen bawa-bawa barang dari rumah dinas.
Terakhir, kalau itu semua sudah tidak lagi diperhitungkan penerusmu, ya mungkin sudah waktunya diam. Please, jangan sampai ‘melacurkan’ diri agar dilirik, dengarkan dan diperhitungkan. Terlalu sayang kemantanan, kalau harus dijual murah bila dijual mahal tak laku. Begitu!
Salam mantan titik titik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar