Jumat, 18 Agustus 2017

Mimpi berdesa

Sebelum bermimpi untuk mewujudkan negara yang maju, sepantasnya kita melirik ke dalam sebuah pelosok dimana para masyarakat memulai kehidupan sehari-harinya. Maksudnya adalah desa. Di sinilah benih penggerak roda pemerintahan tumbuh berkembang. Untuk apa kita berbicara dan berangan-angan terlalu tinggi, jika desa saja tidak mampu dibenahi dalam artian pembangunan yang lebih baik?

Umumnya selama ini, desa dikuasai oleh peutuha-peutuha yang memang kondisi fisiknya sudah tua. Jarang sekali anak muda diberi kesempatan untuk menjabat dalam struktur pemerintahan desa. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, mulai dari kurangnya kepercayaan masyarakat karena merasa orang yang lebih tua sudah sangat mampu, enggan menunduk di bawah pimpinan yang lebih muda dan berbagai alasan lainnya. Pemikiran-pemikiran semacam ini harus segera dienyahkan dari pola pikir masyarakat desa.

Desa, di satu sisi secara yuridis diakui sebagai sebuah pemerintahan yang memiliki wilayah, kewenangan dan yang paling dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting peran pemuda dalam pengelolaan berbagai aktivitas di desa. Sebagai generasi yang energik dan berkualitas sudah sepatutnya berjuang bersama-sama guna membangun eksistensi dan kekuatan desa yang lebih baik. Selain itu modal sosial seperti rasa kebersamaan, keswadayaan, dan kegotong-royongan harus diperkuatkan dalam lingkungan masyarakat. Karena momen seperti itu sangat penting untuk menjalin komunikasi dan relasi antarmasyarakat.

Pada dasarnya, secara sosiologis anak muda identik dengan pencarian jati diri, kritis, daya kreativitas tinggi, keingintahuan yang besar, dan spontan. Hal itu tidak bisa dimungkiri dari jiwa generasi muda kita sekarang. Hanya saja penting bagi masyarakat untuk memberi kesempatan dan mengorganisasi kelompok muda ini agar menjadi suatu kekuatan dalam perubahan politik, ekonomi dan budaya yang lebih baik. Latar belakang pendidikan sangat mempengaruhi kemajuan dalam pembangunan desa. Saya sangat setuju, jika perangkat desa diduduki oleh tokoh-tokoh muda yang memilki kualitas pengetahuan bagus. Minimal, tamatan SMA menjadi pertimbangan dalam pemilihan kepala desa, kapala dusun dan perangkat lainnya seperti tuha peut. Alangkah lebih baik jika memang ada generasi muda yang mempunyai ijazah sarjana, apakah lulusan Hukum, Ilmu administrasi Negara, dan sebagainya dimana mereka yang sudah dibekali dengan ilmu-ilmu dalam mengelola kepemerintahan. Dengan demikian, untuk mewujudkan perubahan dalam kemajuan desa akan lebih efektif meskipun tidak spontan, yaitu perlu adanya berbagai proses dalam pencapaian yang diinginkan.

Nah, mengapa perangkat desa harus diduduki oleh kaum muda yang terpelajar? Jelas kita lihat beberapa kemajuan dalam diri generasi muda, seperti kemampuan dalam mengakses teknologi canggih. Umumnya peutuha di gampong yang menjabat sebagai aparatur desa tidak memiliki kelebihan ini, sementara di era sekarang teknologi telah memberikan kemudahan dalam mengakses berbagai hal yang positif. Banyak generasi muda yang melahirkan inisiatif kreatif dan mereka memanfaatkan media sosial sebagai medium komunikasi. Ada yang berangkat dari isu sosial, hobi dan minat, pengalaman, dan sebagainya. Ragam inisiatif yang lahir dari anak-anak muda itu dapat dipraktikkan di lingkungan masyarakatnya untuk penguatan kapasitas dalam pembangunan desa.

Oleh karena itu, demi mewujudkan tujuan bersama dalam pemerintahan desa maka harus diberi kesempatan kepada para pemuda sebagai gerda terdepan. Para pendahulu yang telah berkontribusi dalam membangun desa sebelumnya juga harus mendampingi kaum muda ini dalam proses kegiatannya untuk kemajuan desa. Saya kira, jika hal ini diterapkan disemua desa, maka tidak dimungkiri lagi Indonesia siap maju dengan generasi muda yang berpotensi.

Jadi, peran pemuda dalam pemerintahan desa, kenapa tidak?

#AyoBangunDesa #DesaMembangun

Penulis: Nurmalis, Peserta Anti-Corruption Youth Camp 2016

1 komentar: