Rabu, 22 Februari 2017

FREEPORT, SI KUCING BERTOPENG SINGA

Jonan
Menteri ESDM - Jonan
Salah satu keberhasilan Freeport adalah membangun mitosnya. Mitos Freeport banyak diciptakan oleh hembusan-hembusan baik melalui tulisan maupun perkataan-perkataan pejabat, bahwa Freeport itu singa besar yang jika ditendang keluar akan membuat negara ini goyang.

Sejak dulu kita gentar ketika mendengar Freeport dan sejarah-sejarahnya. Dan ketakutan yang tidak beralasan "kalau Freeport diusir, maka negara akan chaos karena Freeport adalah sumber pendapatan besar buat Amerika. Apalagi karena dibawah emas ada cadangan uranium yang naudzubillah besarnya".

Berapa sebenarnya nilai "si raja hutan" itu?

Ternyata Freeport adalah perusahaan yang gada apa-apanya. Setidaknya dibandingkan perusahaan yang benar-benar raksasa.

Nilai jual Freeport ternyata tercatat hanya 19 miliar dollar. Bandingkan dengan Exxon yang nilainya mencapai 355 miliiar dollar dan Chevron 250 milliar dollar. Mak.. jauh kali pun kau, tulang.

Freeport hanya beti - beda tipis -ma BCA, Telkom dan BRI yang rata-rata nilai jualnya 20-25 miliar dollar US. "Exxon aja yang memasok seperempat kebutuhan nasional, gak rewel. Chevron dan Newmont juga.. " sindir Menteri Jonan. Dalam arti sederhana, "Miskin aja banyak lagunya..".

Pendapatan yang dilaporkan Freeport ke Indonesia ternyata cuman 8 triliun per tahun. Bandingkan dengan Telkom yang memberikan pendapatan 20 triliun rupiah pertahun. Freeport harusnya lebih malu lagi kalau tau pendapatan yang disetor dari cukai rokok saja 139 triliun per tahun. Atau mau dibandingin ma pendapatan yang disetor TKI? 144 triliun per tahun, port.

Karena akhirnya tahu bahwa Freeport itu sebenarnya kucing yang bertopeng singa-lah, Menteri Jonan tetap pada langkahnya bahwa Freeport harus tunduk pada pemerintah Indonesia.

Masak beruang takut ma kucing?

Pantas saja Jonan santai menghadapi Freeport. "Kalau mau tarung di ring arbitrase, ayuk.. jangan cuma koar-koar di media, pake ngancam-ngancam mau pecat karyawan segala.."

Meski santai, Jonan tetap waspada menghadapi segala kemungkinan yang terburuk. Freeport biar bagaimanapun adalah simbol Amerika di Indonesia. Dan Amerika "si pahlawan HAM", biasanya akan membela perusahaan mereka yang merasa tertindas.

Karena itulah Jonan bertemu dengan Kyai Said Agil Siradj di markas PBNU untuk berjaga-jaga seandainya Freeport memainkan isu provokasi di Indonesia. Dan NU berkomitmen penuh untuk menjaga Indonesia dan mendukung pemerintah untuk tarung di arbitrase melawan Freeport.
Yang dimaui pemerintah sederhana aja sebenarnya. Kita tidak ingin main kasar dengan konsep nasionalisasi aset asing seperti yang pernah terjadi di Venezuela pada masa almarhum Hugo Chavez berkuasa.

Indonesia ingin tetap menjadi mitra, tapi tunduk dulu pada peraturan kita dan beri peluang untuk kita menguasai mayoritas saham Freeport. Dengan begitu, kita akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bukannya malah jadi tamunya Freeport.

Inilah yang dinamakan kedaulatan. Dan Jonan berkata tegas, "Saya tidak akan mundur sejengkalpun dari sini..". Freeport ternganga, "Wah kok gak kayak pejabat yang dulu-dulu ya, kasih duit habis perkara.."

Akhirnya salah satu isu yang juga ditebar adalah bahwa jika Amerika hengkang dari Freeport, maka China akan menguasai. Ini menjadi makanan empuk warga bumi datar yang haus onani dan belum ejakulasi. Strategi isu ini ingin mengulang peristiwa 1965..

Padahal kalau mereka mau banyak baca buku, bahwa banyak syarat sebelum akhirnya harus bekerjasama dengan negara asing. Penguasaan sumber daya alam harus ditawarkan dulu kepada penerintah, jika tidak mampu ke BUMN, lalu BUMD, lalu jika masih belum mampu juga tawarkan ke swasta nasional dan seterusnya..

Ahh... kejauhan kalau warga bumi datar disuruh baca buku karena mereka jenis spesies pembaca judul.

Mending suruh baca UUD 45 ajah, Pasal 33 ayat 3, "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Silahkan dimakan cangkirnya ya, sesudah saya seruput kopinya.

Denny Siregar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar